Maret: BPJS Defisit Anggaran, Sebagian Besar Karena Penyakit Tak Menular

Jakarta, Dua tahun berjalan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melaporkan terjadinya defisit anggaran. Data menyebutkan pemicu terbesarnya adalah mereka harus menanggung beban non-communicable disease (NCD) atau penyakit tak menular (PTM) di masyarakat.

Hal ini sudah terjadi sejak tahun 2015. Anggaran BPJS Kesehatan sebesar Rp 5,462 triliun habis untuk menanggung klaim bagi pasien penyakit jantung; Rp 1,6 triliun untuk pasien gagal ginjal; dan Rp 1,3 triliun untuk pasien kanker, dengan total mencapai Rp 5,85 triliun.

Pada kenyataannya, jumlah dan visite pasien untuk lima kasus PTM, yaitu jantung, stroke, diabetes, kanker dan ginjal memang cenderung naik.

Seperti dikemukakan Prof Budi Hidayat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pasien jantung naik dari 385.500 orang (2014) menjadi 520.000 orang (2015), sedangkan jumlah kunjungan pasien jantung naik dari 1,36 juta menjadi 1,39 juta.

Di sisi lain, penduduk Indonesia di tahun 2035 diproyeksikan mencapai 305 juta penduduk, sehingga memicu beban ganda.

"Beban ganda disebabkan jumlah penduduk yang banyak dan NCD terus meningkat. Hal ini disebabkan masyarakat yang dulunya tidak terjangkau fasilitas kesehatan, tidak punya akses kepada fasilitas saat ini bisa mengaksesnya," kata Prof Budi.

Maret: BPJS Defisit Anggaran, Sebagian Besar Karena Penyakit Tak MenularFoto: Getty Images

Baca juga: 5 Penyakit Tak Menular yang 'Gerogoti' Dana BPJS

Ini juga sesuai dengan catatan Direktur Pelayanan BPJS, Maya Amyarni Husadi terkait lima penyakit yang paling memakan anggaran BPJS, di antaranya:
1. Penyakit kardiovaskular, utamanya jantung memakan biaya paling besar di BPJS, yaitu mencapai 13 persen. BPJS biasanya menerima klaim dari sejumlah tindakan seperti operasi bedah, pemasangan ring, dan obat-obatan.

2. Gagal ginjal memakan sekitar 7 persen anggaran BPJS. Selain karena gaya hidup, gagal ginjal di Indonesia juga kebanyakan dipengaruhi diabetes yang tak terkendali. Prosedur yang paling banyak memakan dana adalah operasi cangkok ginjal.

3. Kanker memakan sekitar 4 persen anggaran BPJS, di antaranya untuk pengobatan. Tindakan skrining untuk mencegah perkembangan kanker sendiri masih belum populer di Indonesia.

4. Stroke memakan sekitar 2 persen anggaran BPJS. Akan tetapi bebannya hampir sama besar dengan penyakit jantung.

5. Thalasemia juga menghabiskan anggaran BPJS sebesar 0,7 persen, sebab sebagian besar pasiennya harus menjalani donor darah seumur hidup.

Dalam sebuah seminar bersama DPD dan sejumlah pakar kesehatan, rokok dituding menjadi salah satu faktor yang memicu pembengkakan anggaran BPJS ini.

"Indonesia ini kalau menurut data yang saya lihat konsumsi rokoknya cenderung meningkat, (negara -red) lain itu relatifnya menurun. Ini menurut saya merupakan suatu hal yang harus jadi national awareness," tutur Irman Gusman yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Sembari menunggu ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), Indonesia bisa mulai mendorong pengendalian rokok dengan peraturan daerah masing-masing. Semisal memberikan insentif tambahan pada daerah yang bersih atau minim rokok; atau menambah harga rokok semisal dari Rp 12 ribu/kemasan menjadi Rp 30 ribu/kemasan.

"Dari pusat atau daerah harus kita gencarkan gerakan antirokok nasional. Apakah dari undang-undang atau apapun lah namanya," lanjut Irman.

Baca juga: DPD dan Ahli Kesehatan Sorot Rokok Sebagai Penyumbang Beban BPJS

Maret: BPJS Defisit Anggaran, Sebagian Besar Karena Penyakit Tak MenularFoto: Muhamad Reza Sulaiman

(lll/up)

Related Posts :

0 Response to "Maret: BPJS Defisit Anggaran, Sebagian Besar Karena Penyakit Tak Menular"

Posting Komentar