Apa saja yang terjadi di dunia kesehatan Indonesia tahun ini? Kisah yang cukup menggemparkan Indonesia di bulan Januari adalah kasus dugaan malpraktik yang mengakibatkan seorang pasien meninggal dunia.
Kabar duka datang dari keluarga Allya Siska, seorang pasien sebuah klinik chiropractor di Jakarta. Kisah bermula ketika gadis berumur 33 tahun ini menjalani terapi di klinik Chiropractic First yang terletak di Pondok Indah Mall (PIM) Jakarta Selatan 1 pada 6 Agustus 2015 silam.
Terapi adjusment dilakukan dua kali, dalam satu hari sekaligus, yaitu pukul 13.00 dan 18.30 WIB. Namun pada pukul 23.00 WIB, Allya mengeluhkan nyeri hebat di lehernya lalu dilarikan ke IGD RS Pondok Indah.
Meski demikian, kondisinya terus memburuk hingga meninggal dunia keesokan harinya pada pukul 06.15 WIB. Sang kakak, Elvira mengungkapkan sebelum meninggal, kondisi tubuh Allya membengkak. Dokter mendiagnosis terjadi pecah pembuluh darah.
Pihak klinik mengakui jika Allya adalah pasien mereka di bawah penanganan seorang terapis asal AS bernama Randall Cafferty. Ironisnya, ketika kasus ini muncul Randall tidak diketahui keberadaannya.
Bahkan dari hasil penelusuran, nama Randall tercantum dalam sebuah dokumen di situs Board of Chiropractic Examiners milik pemerintah negara bagian California, yang mengaitkan bahwa pria ini memiliki riwayat pelanggaran berupa 'unprofessional conduct' dan 'conviction of crime'.
Elvira lantas melaporkan dugaan malpraktik ini kepada Polda Metro Jaya, sepekan setelah meninggalnya Allya.
Baca juga: Menelusuri Kematian Allya Siska, Pasien Chiropractic yang Diduga Korban Malpraktik
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr Koesmedi, SpOT menegaskan, terapi chiropractic sejatinya bukan bagian dari ilmu kesehatan, sehingga perizinan kliniknya tidak dipegang oleh Dinkes, melainkan Dinas Pariwisata sebab dianggap sama seperti spa atau salon.
"Jadi chiropractic itu termasuknya jenis pengobatan tradisional. Kayak pijat itu kan tradisional," tutur dr Koesmedi kepada detikHealth saat itu.
Untuk itu pihaknya baru sebatas akan melakukan upaya penutupan klinik tempat Allya berobat karena tidak mengantongi izin yang jelas. Alasan kedua, bila perizinannya seperti spa, maka seharusnya klinik ini tidak diperkenankan melakukan tindakan manipulatif kepada pelanggan, sedangkan klinik ini bertindak demikian.
|
Alasan ketiga, tenaga terapis mereka merupakan orang asing yang tidak memiliki izin. Namun dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Purba Hutapea mengaku tidak pernah mengeluarkan izin penyelenggaran klinik chiropractic.
Akan tetapi bisa saja klinik chiropractic yang ada di Jakarta tersebut mengantongi izin penyelenggaraan spa atau griya pijat. "Makanya mana izinnya? Kalau izinnya spa, dia melakukan yang lain, bukan izinnya yang salah, orangnya yang kurang ajar. Itu harus dilapor ke polisi. Kalau dia izin spa tahu-tahu dia ganti kegiatannya ya dia yang melanggar," papar Purba.
Meski demikian, Perhimpunan Chiropraks Indonesia (Perchirindo) mengutarakan walaupun chiropractic belum diakui sebagai bagian dari ilmu medis di Indonesia, namun praktisinya tetapi diakui dengan dikategorikan sebagai pengobat tradisional (battra), kendati mereka rata-rata adalah seorang dokter.
Baca juga: Dokter Ortopedi: Chiropractic Tidak Masuk di Nomenklatur Kedokteran
Riwayat kesehatan Allya menunjukkan, gadis yang akrab disapa Chicha itu mengidap kyphosis, kelainan tulang belakang yang melengkung ke depan. Bahkan kelainan ini kerap memicu nyeri punggung. "Seharusnya operasi, tetapi selalu tertunda," kata Elvira.
Sementara itu mereka memilih untuk menjalani pengobatan non-operasi dan pilihannya jatuh pada chiropractic. Klinik di PIM 1 dipilih karena dekat dengan kediaman Allya.
Menanggapi kasus ini, dr Luthfi Gatam, SpOT(K) dari RS Fatmawati mengatakan, penegakan diagnosis untuk pasien kyphosis leher seperti Allya tidak bisa sembarangan, bahkan harus sangat berhati-hati. Sebelum menentukan tindakan, pasien juga harus menjalani beberapa pemeriksaan penunjang terlebih dahulu seperti CT scan.
"Penanganannya juga nggak bisa pakai cara konvensional. Memang harus dengan operasi," tutur dr Luthfi yang menurut Elvira pernah menangani Allya di tahun 2014.
Kasus Allya belum menemukan titik terang. Januari lalu, FBI menduga Randall sudah meninggalkan Indonesia dan tinggal di San Diego. Sayangnya, karena tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia-AS, maka pemerintah AS tidak berkewajiban menyerahkan Randall ke otoritas Indonesia. Namun kepolisian mengupayakan kerjasama agar Randall dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menyusul kasus Allya, kepolisian juga menangkap kakak beradik asal Australia yang membuka lima klinik chiropractic tak berizin di Jakarta.
|
(lll/vit)
0 Response to "Januari: Kisah Pilu Allya yang Meninggal Usai Terapi di Klinik Chiropractor"
Posting Komentar