Ir Yuyun Ismawati Drwiega, MSc, IPEN lead for ASGM mining mengatakan kasus paparan merkuri di Indonesia tidak bisa disamakan ketika membicarakan penyakit minamata yang terkait dengan konsumsi ikan atau kerang. Karena kasus paparan di Indonesia menurut Yuyun merupakan hal yang lebih kompleks.
"Kalau di Indonesia kan lebih kompleks karena paparan bisa dari udara yang dihirup atau beras yang dimakan," ucap Yuyun dalam acara dalam seminar Mercury Poisoning: Minamata at 60 and Indonesia? di Hotel Ibis Tamarin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (5/12/2016).
Baca juga: Minamata, Penyakit yang Bisa Timbul Akibat Konsumsi Ikan Mengandung Merkuri
Lebih lanjut, Yuyun mengatakan masalah kesehatan pada seseorang di daerah rawan paparan merkuri seperti daerah tambang bisa berkaitan dengan lingkungannya. Ia memberi contoh seorang ibu yang melahirkan anak yang cacat.
Yuyun menjelaskan, ia telah meneliti beberapa sempel beras di daerah tambang tersebut dan hasilnya, kandungan paparan merkuri dalam beras dinilai sangat tinggi. Yuyun melanjutkan, konsumsi beras yang terpapar merkuri selama kehamilan berpotensi menyebabkan anak terlahir cacat.
"Kalau makan ikan kan bisa seminggu tiga kali. Nah kalau nasi setiap hari, ini bahaya," sambung Yuyun yang juga seniro advisor Balifokus foundation ini.
"Kenapa bisa dibilang itu karena paparan merkuri? Kan bisa dilihat dari riwayat ibu ketika hamil ke mana saja. Mungkin mereka punya gelundungan merkuri di rumah," ucap Yuyun.
Sementara, untuk data orang yang teridentifikasi sebagai 'korban' paparan merkuri, Yuyun menyebut Indonesia belum memilikinya. Meski begitu, Yuyun menekankan Indonesia patut berbangga karena merupakan satu-satunya negara yang memiliki national exemplar dampak merkuri terhadap kesehatan.
Baca juga: Kasus Keracunan Merkuri, Indonesia Termasuk Paling Tinggi
(rdn/vit)
0 Response to "Menyoal Kondisi Paparan Merkuri di Indonesia"
Posting Komentar