Sejak tahun 2012 sampai 2014, dilakukan studi Action (ASEAN Cost in Oncology) untuk menganalisis beban biaya yang disebabkan penyakit kanker di 8 negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof dr Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH, yang terlibat dalam studi tersebut, mengatakan di Indonesia, ada 2.335 pasien yang menjadi responden.
Selama 1 tahun, total pasien yang berhasil tetap difollow up hanya 30 persen. Salah satu hasil analisis yang didapat yakni pendapatan keluarga terkait dengan risiko kematian pasien. Dikatakan, Prof Hasbullah dalam analisis tersebut, pendapatan keluarga dibanding dengan pendapatan rata-rata per kapita.
"Hasilnya, yang miskin angka kematiannya lebih tinggi. Pada keluarga dengan pendapatan kurang dari 25 persen pendapatan nasional, angka kematian sebanyak 59 persen. Pada keluarga dengan pendapatan 25 sampai 50 persen dari pendapatan nasional, angka kematiannya 50 persen," papar Prof Hasbullah.
Hal itu disampaikan dalam Forum Diskusi 'Mari Bersama Kalahkan Kanker Payudara' di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2016). Mengapa hal itu bisa terjadi?
"Akses terapi atau deteksi dini yang kurang. Sayangnya, kanker ini orang kaya atau miskin didatangi juga gitu. Sehingga, hambatan finansial jadi hambatan yang signifikan. Maka dari itu bagaimana caranya supaya yang miskin atau kaya tetap punya hak untuk hidup," kata Prof Hasbullah.
Baca juga: Sebagian Pria Sakit Kanker Prostat karena Mewarisi Gen 'Cacat'
Terkait beban ekonomi keluarga, sebanyak 59,5 persen responden mengeluhkan beban kesulitan keuangan dan 40,9 persen akhirnya mencari bantuan dana dari keluarga lain. Beratnya biaya pengobatan jika berobat di RS swasta dirasakan hampir 90 persen responden dan beratnya biayw pengobatan jika berobat di RS pemerintah dirasakan sekitar 40 persen responden.
Dalam studi ini, responden juga umumnya memiliki jaminan asuransi. Tapi, beban ekonomi masih dirasakan karena asuransi hanya mengcover biaya terapi dan obat untuk pasien. Prof Hasbullah menekankan bahwa studi ini dilakukan sebelum berlakunya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Sehingga, pelajaran yang bisa kita ambil, kemampuan sistem kesehatan atau jaminan untuk skirining dan deteksi dini belum cukup baik. Sistem jaminan sebelum JKN belum mampu membebaskan beban ekonomi. Nah, JKN diharap bisa mengoreksi beban ekonomi. Tetapi, tetap perlu berubahan sistem lain seperti terobosan diagsnosis dini, meningkatkan akses, mengurangi beban finansial, psikologis, dan perubahan perilaku," papar Prof Hasbullah.
Baca juga: Sebagian Pria Sakit Kanker Prostat karena Mewarisi Gen 'Cacat'
(rdn/up)
0 Response to "Studi: Tingkat Pendapatan Rendah, Angka Kematian Pasien Kanker Lebih Tinggi"
Posting Komentar