Caregiver bagi Orang dengan Gangguan Jiwa Juga Butuh 'Teman Sharing' Lho

Yogyakarta, Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) biasanya tak bisa berfungsi secara maksimal. Untuk itu mereka membutuhkan caregiver atau pendamping utama.

Akan tetapi caregiver juga manusia. Tak selamanya mereka memiliki kesiapan fisik dan mental dalam menghadapi serta merawat ODGJ.

Dijelaskan Yustinus Harry Nugroho, ketua Paguyuban Laras Jiwa, perkumpulan keluarga pendamping pasien RS Jiwa Grhasia Yogyakarta, jangankan orang lain, keluarga saja seringkali sulit menerima keberadaan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa.

"Dulu saya sebelum ikut paguyuban juga cenderung menutup diri. Istri saya setelah dua tahun baru bisa menerima keadaan anak kami," tandasnya.

Persoalan lain dikemukakan Sonya (70), salah satu caregiver pasien RS Jiwa Grhasia yang sangat aktif meski sudah berusia lanjut. Di usianya yang senja, tentu tak mudah bagi Sonya untuk merawat putranya yang ODGJ seorang diri.

"Kami juga butuh tempat sharing, sedangkan di rumah tidak semuanya memberikan dukungan," tandasnya dalam Sarasehan Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Nasional 2016 di RS Jiwa Grhasia, Jumat (14/10/2016).

Baca juga: Gila Kerja dan Sering Lembur, Apakah Termasuk Dalam Gangguan Jiwa?

Ini belum termasuk biaya dan pengorbanan waktu karena mengurus ODGJ. Seorang caregiver muda bernama Sonyyah malah harus merawat ibunya seorang diri sejak duduk di bangku sekolah.

"Sempet brenti sekolah setahun, nggak punya temen, nggak pernah keluar rumah, udah harus kerja dari SD untuk mencukupi kebutuhan kami," kisahnya.

Belum lagi caregiver dihadapkan pada masalah yang dirasakan ODGJ yang mereka rawat. Seperti halnya diutarakan Edi Wibowo yang menjadi caregiver dari kakak perempuannya yang ODGJ. "Setelah keluar dari rumah sakit, kakak saya minta dicarikan kerja, karena ia juga ingin bisa menghasilkan tapi tidak ada yang mau mempekerjakannya," tuturnya dalam kesempatan yang sama.

Hal serupa bahkan ditemui oleh tenaga medis yang ada di tingkat puskesmas. Menurut salah satu tenaga medis dari sebuah puskesmas di Banguntapan, Bantul, stigma masih melekat di masyarakat.

"Apalagi dulu kan sampai ada kasus ODGJ membunuh keluarga dan tetangganya, lalu masyarakat jadi trauma. Keluarga sendiri masih banyak yang menganggap ini aib, jadi malah dipasung atau tidak mau bekerjasama dengan kami," urainya.

Menanggapi laporan tersebut, kepala RS Jiwa Grhasia, dr Etty Kumolowati, M.Kes., mengamini bahwa stigma memang masih ada, bahkan di kalangan tenaga medis sendiri.

Padahal untuk menemukan solusi dari beragam persoalan yang dihadapi ODGJ dan caregiver-nya adalah dukungan dari semua pihak.

"Lintas sektor. Misal soal pekerjaan, ya pengusaha mau mempekerjakan atau Disperindagkop memfasilitasi," katanya.

Di sisi lain, di samping penghapusan stigma, masyarakat bisa memberikan dukungan berupa membeli produk yang dihasilkan ODGJ. "Dengan kesadaran membeli, karena membeli itu akan meningkatkan harga diri mereka. Mereka menjadi percaya diri," pintanya.

Baca juga: Berbagai Penyebab Depresi: Stressor Psikososial Hingga Gangguan Hormonal(lll/vit)

Related Posts :

0 Response to "Caregiver bagi Orang dengan Gangguan Jiwa Juga Butuh 'Teman Sharing' Lho"

Posting Komentar