Hal ini terungkap dalam hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015 yang dilaporkan Maret lalu. Riset dilakukan di 496 kabupaten/kotamadya di seluruh penjuru Indonesia, dan melibatkan 165 ribu balita sebagai sampel.
Total hanya ada 9 kabupaten/kotamadya di Indonesia yang dilaporkan tidak memiliki masalah gizi. 63 kabupaten/kotamadya lainnya memiliki masalah gizi akut, sedangkan 404 kabupaten/kotamadya memiliki masalah gizi kronis. Masalah gizi biasanya dikaitkan dengan risiko stunting atau pendek pada anak.
Kesembilan kabupaten/kotamadya yang tidak ada masalah gizi tersebut, di antaranya:
Sumatera Selatan
1. Kabupaten Ogan Komering Ulu
2. Pagaralam
Bengkulu
3. Mukomuko
4. Kota Bengkulu
Bangka Belitung
5. Belitung Timur
Jawa Tengah
6. Kota Semarang
Bali
7. Tabanan
Sulawesi Utara
8 Tomohon
Jawa Barat
9. Kota Depok
Kendati demikian, PSG 2015 memperlihatkan terjadinya penurunan persentase balita dengan gizi buruk dan sangat pendek. Hal ini terlihat pada laporan indeksi berat badan terhadap usia (BB/U), PSG 2015 menyebut 3,8 persen balita mengalami gizi buruk, padahal di tahun sebelumnya mencapai 4,7 persen.
Kemudian berdasarkan indeks tinggi badan terhadap usia (TB/U), balita 'sangat pendek' berkurang dari 10,9 persen di tahun 2014 menjadi 10,1 persen tahun ini. Balita dengan status pendek pada 2015 tercatat 18,9 persen, meningkat tipis dari sebelumnya 18 persen.
Berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan, PSG 2015 mencatat 3,7 persen balita berstatus 'sangat kurus'. Angka ini tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya, yakni 3,6 persen.
Baca juga: Kemenkes Sebut Hanya 9 Daerah di Indonesia yang Tidak Ada Masalah Gizi
Tak hanya itu, hasil Studi Diet Total (SDT) yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) selama kurun tahun 2014-2015 juga mengungkap anak-anak Indonesia banyak yang kekurangan asupan energi.
Kondisi inilah yang diklaim memicu kurang gizi pada 18,8 persen balita di Indonesia berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2015. Dari sekian banyak balita dengan status gizi kurang, 12,7 persen di antaranya mengalami stunting. Meski demikian peneliti juga menemukan adanya kasus kelebihan energi sehingga menjadi double burden bagi persoalan gizi di Indonesia.
Selain itu, kekurangan asupan protein juga menjadi masalah lain dalam temuan SDT. Kekurangan protein, dengan angka kecukupan protein kurang dari 80 persen, ditemukan pada semua kelompok umur.
"Perlu dikampanyekan mengonsumsi sumber protein yang tersedia. Misalnya di NTT (Nusa Tenggara Timur) lebih banyak kacang-kacangan, atau di Gunungkidul banyak yang makan belalang, itu juga sumber protein," kata dr Siswanto, MHP, DTM, Kepala Balitbangkes.(lll/up)
0 Response to "Maret: Riset Tunjukkan Hanya 9 Daerah di Indonesia yang Tak Ada Masalah Gizi"
Posting Komentar