April: Indonesia dan 'Beat Diabetes' sebagai Tema Hari Kesehatan Sedunia 2016

Jakarta, Tanggal 7 April diperingati sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Indonesia pun tak ketinggalan merayakannya. Tahun 2016, temanya adalah untuk memberantas penyakit yang selama ini menjadi momok di masyarakat, yaitu Beat Diabetes.

Perwakilan WHO South-East Asia Regional Office (WHO SEARO), Sharad Adikary, mengatakan saat ini, diabetes melitus merupakan penyakit kronis dengan beban tinggi. Diabetes bahkan disebut sebagai epidemi global yang menghantam negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

"Dari 3,7 juta kematian akibat diabetes di seluruh dunia, lebih dari satu perempatnya terjadi di Asia Tenggara," tutur Adikary.

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015, Indonesia sendiri berada di urutan ke-7 sebagai negara dengan tingkat diabetes tertinggi di dunia, dengan jumlah pasien sekitar 10 juta orang. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga tahun 2040 menjadi 16,2 juta orang.

Sedangkan merujuk pada data Sample Registration Survey 2014, diabetes saat ini sudah menjadi penyakit pembunuh nomor 3 di Indonesia dengan persentase 6,7 persen, di bawah stroke (21,1 persen) dan penyakit jantung (12,9 persen).

Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, di Indonesia, diabetes tidak lagi dianggap sebagai 'penyakit orang kaya' atau menyerang mereka yang tinggal di daerah perkotaan saja, penyakit ini juga sudah mulai merambat ke desa.

"Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebut perbedaan prevalensi pengidap diabetes di kota dan desa sangat rendah, hanya satu tak sampai satu persen," ungkapnya.

Menurut Dr dr Em Yunir, SpPD-KEMD, FINASIM dari RS Cipto Mangunkusumo, rata-rata orang Indonesia terserang diabetes tipe 2 karena perubahan gaya hidup, termasuk pola makan. Namun ia juga mengutarakan bahwa orang Asia, khususnya Indonesia, memang lebih rentan mengalami diabetes.

"Kita belum tahu faktor genetikanya. Mungkin kondisi ini karena masyarakat Indonesia memiliki tubuh lebih sedikit rentan. Akibatnya saat mengalami perubahan gaya hidup lebih mudah mengalami diabetes," paparnya.

Baca juga: Pola Hidup Tidak Sehat Rentan Tingkatkan Kasus Diabetes di Indonesia

dr R Bowo Pramono, SpPD-KEMD(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menambahkan, tingginya angka pasien diabetes di Indonesia juga dipicu oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap gejala awal diabetes. "Lebih dari 60 persen pengidap diabetes tidak sadar kalau terkena diabetes. Kebanyakan datang ke dokter dalam kondisi sudah komplikasi," jelasnya.

Setidaknya ada tiga gejala klasik diabetes yang perlu diketahui oleh masyarakat awam. Gejala-gejala ini dikenal dengan istilah 3 P, yaitu poliuri (sering buang air kecil), polifagi (sering merasa lapar), dan polidipsi (sering merasa haus). Bisa juga dengan penurunan berat badan tanpa disertai sebab yang jelas.

Selain memperhatikan gejala awal, dokter juga meminta untuk pasien diabetes agar tidak menjadi dokter bagi dirinya sendiri. "Kalau sudah kena diabetes, nggak apa-apa, tetap ikuti saran dokter. Obat diabetes harus tetap diminum sesuai petunjuk dokter. Jangan jadi dokter untuk diri sendiri, nanti bisa-bisa malah tidak terkontrol," pesan dr Mulyani Anny Suryani Gultom, SpPD dari Siloam Hospitals ASRI.

Beberapa hal yang dilakukan pasien ketika mencoba menjadi dokter bagi dirinya sendiri antara lain memutuskan untuk tidak minum obat saat merasa kondisi tubuhnya lebih baik. Kemudian mencoba mengurangi dosisnya sendiri. "Padahal kalau dokter memutuskan untuk menambah atau tidak dosis obat itu kan berdasarkan pemeriksaan gula darah, bukan sekadar yang dirasakan pasien," papar dr Mulyani.

Ada pula pasien yang memutuskan mengonsumsi herba, misalnya pare ataupun dedaunan yang rasanya pahit. dr Mulyani menyebutkan, obat dari herba memang ada, namun baru aman dikonsumsi jika sudah melalui penelitian. Karena ini juga terkait dengan dosis yang dibolehkan untuk dikonsumsi.

"Kalau asal-asalan, kasihan nanti ginjalnya bisa kena. Ginjal kena bukan karena diabetes tapi karena konsumsi herba yang asal-asalan," imbuh dr Mulyani.

Baca juga: 4 Fakta Tentang Situasi Penyakit Diabetes di Indonesia

Selain pengaturan pola makan, Menkes Nila juga menyoroti tata ruang kota yang kurang mendukung aktivitas fisik di masyarakat, sehingga memicu kelebihan berat badan. "Sekarang jalanan kita sudah sempit. Makanya akhirnya trotoar yang dikorbankan. Orang mau jalan kaki jadi susah dan malas, takut ditabrak motor yang naik ke trotoar," tuturnya.

Ia juga berharap kota besar di Indonesia seperti Jakarta untuk memperbanyak paru-paru kota. Bentuknya bisa berupa taman yang selain berfungsi sebagai paru-paru kota yang juga bisa dijadikan lahan bagi masyarakat yang ingin berolahraga.(lll/vit)

Related Posts :

0 Response to "April: Indonesia dan 'Beat Diabetes' sebagai Tema Hari Kesehatan Sedunia 2016"

Posting Komentar