A Beautiful Mind: Si Jenius yang Hidup di antara Halusinasi dan Delusi

A Beautiful Mind: Si Jenius yang Hidup di antara Halusinasi dan Delusi 1Foto: The Guardian
Jakarta - John Nash tampak kikuk di antara teman-teman barunya meski masuk ke Princeton dengan beasiswa prestisius. Ia juga menolak mengikuti kelas karena ingin menemukan ide orisinil tanpa terganggu rutinitas perkuliahan.

Satu-satunya teman John adalah Charles Herman yang tak lain teman sekamarnya sendiri. Meski sering terlihat membawa alkohol, pria berambut merah ini berhasil mengambil hati John yang pendiam dan menjadikan mereka sahabat karib.

Hingga suatu ketika kepala fakultas memanggilnya. John ditegur karena selalu absen sehingga menyulitkan fakultas untuk menentukan arah studi John selanjutnya. Ia juga dianggap belum fokus dengan studinya. Dari situ John merasa mendapatkan tekanan yang luar biasa untuk menemukan teori baru yang diinginkannya.

Charles bahkan menemukan John dua hari di perpustakaan membuat algoritma dari berbagai hal, termasuk pola terbang burung di taman kampus. Kebiasaan unik John adalah ia suka membuat coretan algoritma di kaca jendela, tak terkecuali kaca jendela perpustakaan Princeton.

John pun panik karena dari sekian banyak algoritma yang coba dibuatnya, tak ada yang betul-betul memuaskan. Saking panik dan tertekannya, John sampai tak sengaja membenturkan kepalanya ke kaca dan berdarah-darah. "I can't fail (aku tak boleh gagal)," katanya kepada Charles.

Namun Charles tak ingin John terluka, dan untuk menyadarkan sahabatnya, pria tinggi itu mendorong meja John hingga keluar jendela dan hancur berhamburan, berikut kertas-kertas John. John dan Charles tertawa, mencairkan suasana.

Kali ini, Kamis (3/11/2016), Cinemathoscope akan mengupas kisah hidup matematikawan terkenal dari Princeton University, John Nash yang berjuang hidup normal sebagai pasien skizofrenia paranoid. Sosok John sendiri diperankan dengan sangat apik oleh aktor asal Australia, Russell Crowe.

Index Artikel Ini 1 dari 4 Next »

Other Feature Articles

0 Response to "A Beautiful Mind: Si Jenius yang Hidup di antara Halusinasi dan Delusi"

Posting Komentar