Kasus-kasus depresi yang berujung pada bunuh diri semacam ini mengingatkan akan pentingnya memahami gejala depresi, untuk kemudian ditangani dan dicegah agar tidak sampai memicu keinginan bunuh diri.
Kendati demikian, diakui dr Andri, SpKJ, FAPM dari RS Omni Alam Sutra, depresi masih menjadi sesuatu yang tabu dibicarakan di tengah masyarakat.
"Seringkali stigma yang ada dalam masyarakat terkait depresi memicu seseorang untuk tidak segera melakukan pengobatan yang tepat," tegasnya dalam keterangan yang diterima detikHealth, Selasa (19/12/2017).
Baca juga: Idola K-pop Bunuh Diri, Psikiater Cemaskan Fans
Padahal, lanjut dr Andri, di tahun 2020, beban depresi diprediksi menjadi beban global nomor dua setelah gejala-gejala gangguan kardiovaskular.
Ini berarti keberadaannya sudah tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan lagi. "Pemahaman depresi di masyarakat harus ditingkatkan. Jangan menunggu kasus yang berkaitan dengan artis meninggal seperti Chester (Bennington, red)," tambahnya.
Secara khusus, dr Andri pun berharap Indonesia kelak memiliki hotline khusus untuk kasus bunuh diri seperti halnya yang dimiliki Korea Selatan.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar di dunia, warganet Indonesia juga diharapkan ikut membantu memperluas edukasi tentang depresi.
"Jadi bukan cuma menyebarkan berita, tetapi bagaimana kita punya cara untuk mencegahnya (bunuh diri, red) lewat media sosial," pintanya.
Baca juga: Jonghyun Bunuh Diri: Saat Depresi, Pria Memendam Emosinya
(lll/up)
0 Response to "Bunuh Diri Kadang Hanya Karena Depresi Dianggap Masih Tabu"
Posting Komentar