Awal bulan April silam, Perhimpunan Dokter Anestesi dan Tindakan Intensif (Perdatin) memperoleh surat edaran untuk menghentikan penggunaan injeksi bupivacain spinal untuk sementara waktu. Edaran tersebut dikirimkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Dari keterangan Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dr Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS dari RS Mitra Husada Pringsewu, tiga pasien dilaporkan meninggal tak lama setelah menjalani operasi di rumah sakitnya. Dugaan penyebab meninggalnya ketiga pasien mengarah kepada penggunaan produk injeksi anestesi (bius) bupivacain spinal.
Tiga pasien yang meninggal antara lain pasien laki-laki usia 17 tahun, pria usia 62 tahun dan perempuan usia 30 tahun. Ketiganya menjalani operasi di hari yang sama, yaitu Senin (4/4/2016).
Pasien pertama yang menjalani prosedur operasi adalah pasien laki-laki 17 tahun. Operasi dilakukan pada pukul 15.30 WIB. Operasi berjalan sukses, tetapi kemudian pada pukul 17.00 WIB pasien mengalami kejang-kejang dan dibawa ke intensive care unit (ICU).
"Dia kejang-kejang, dilakukan tindakan ternyata tidak berhasil. Kemudian dibawa ke ICU tapi tidak tertolong juga. Jam 3 pagi tanggal 5 meninggal," papar dr Slamet.
Operasi kedua dijalani pasien laki-laki berusia 62 tahun. Pada hari yang sama pukul 16.30 WIB, operasi dimulai untuk pengangkatan tumor di betis. Setelah operasi selesai pada pukul 19.30 WIB, pasien tersebut juga mengalami kejang-kejang, kemudian meninggal pada pukul 23.00 WIB.
Terakhir, pasien perempuan berusia 30 tahun yang baru saja selesai menjalani persalinan caesar pukul 23.20 WIB. Menurut dr Slamet hanya berselang 10 menit setelah operasi selesai digelar, perempuan itu mengalami kejang seperti dua pasien sebelumnya, lalu meninggal pukul 2 pagi.
Kesemuanya menggunakan jenis anestesi intraspinal, obat yang bius lewat tulang belakang. Secara kebetulan ketiganya juga ditangani oleh satu dokter yang sama.
Baca juga: Penjelasan Lengkap BPOM Soal Kejadian Tak Diinginkan Terkait Injeksi Bupivacain
Kasus ini pun menarik perhatian DPR RI sehingga tim investigasi dari Kemenkes dipanggil untuk memberikan keterangan. Ternyata dari laporan tim penanganan Kejadian Sentinel Serius (KSS) yang diketuai Prof dr Herqutanto, SpF(K) diketahui bahwa tiga pekan setelah meninggalnya tiga pasien di Lampung, ditemukan juga kasus serupa di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Tercatat 12 kasus serupa dengan 10 korban meninggal, tersebar di 9 rumah sakit di 7 kota, yakni Lampung, Denpasar, Mataram, Padang, Aceh, Surabaya, Bengkulu. Dua produk injeksi anestesi yang digunakan dalam 10 kasus tersebut adalah produksi Bernofarm pada 7 kasus, serta produksi Dexa Medica pada 5 kasus.
Enam kasus di antaranya terjadi pada pasien sectio caesarea atau bedah caesar, 5 pasien urologi dan 1 pasien tindakan medis lain.
Selain 10 pasien meninggal, 2 pasien lainnya juga mengalami kejadian tidak diharapkan usai mendapat injeksi bupivacaine meski tidak sampai meninggal dunia. Sebaran gender pada 12 kasus tersebut adalah 6 laki-laki dan 6 perempuan.
Gejala toksisitas yang dialami para pasien meliputi gatal-gatal, burning sensation, kejang-kejang, serta hemodinamik seperti tekanan darah yang naik-turun. Efek analgesi ditemukan pada 6 kasus, yang artinya injeksi bupivacaine yang diberikan bekerja walau akhirnya menimbulkan reaksi lain yang tidak diharapkan.
Kepala BPOM saat itu, Roy Sparingga menambahkan, kasus kematian pasien usai mendapat injeksi bupivacaine tak terjadi hanya di Indonesia, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat.
"Food and drug Administration (FDA) mencatat dari tahun 2004 sampai Juni 2015, di AS ada 22.348 laporan (efek samping penggunaan bupivacaine) dengan kejadian meninggal lebih dari 2.000 orang," katanya seperti diberitakan detikHealth sebelumnya.
Oleh karenanya, ia mengakui bahwa penggunaan obat anestesi bupivacaine cukup berisiko meski sampai saat ini cukup banyak digunakan. "Akan tetapi lebih banyak manfaatnya dan risiko masih bisa dikendalikan sehingga masih digunakan walau di negara maju," lanjutnya.
Sebagai tindak lanjut, Kemenkes kembali mengeluarkan surat edaran nomor HK.03.03/III/0843/2016, namun kali ini untuk melarang penggunaan dua produk injeksi bupivacain yang diduga bermasalah. Imbauan tersebut berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Baca juga: Soal Kasus Injeksi Bupivacain, 3 Pasien di Lampung Kejang Sebelum Meninggal (lll/up)
0 Response to "April: Penarikan Injeksi Obat Bius Bupivacain Menyusul Insiden 3 Pasien Meninggal"
Posting Komentar