[Difteri merupakan salah satu penyakit yang bisa sebabkan kematian. Tidak hanya pada anak, namun juga orang dewasa. Untuk itu kenali pengobatan berikut ini.]
Penyakit difteri adalah infeksi bakteri yang memiliki efek serius pada selaput lendir hidung dan tenggorokan, penyakit ini masuk ke dalam daftar penyakit mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae.
Dilihat dari data yang dirilis oleh Pos Kedaruratan Kesehatan Masyarakat atau Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) Kementerian Kesehatan melihat kasus difteri terdeteksi di 23 provinsi per November 2017 di Indonesia .
Pada dasarnya apabila sudah terdiagnosis difteri, biasanya dokter akan menanyakan beberapa hal seputar gejala yang dialami pasien.
Baca juga: Difteri Menyerang, Menkes Sebut Cakupan Imunisasi Tak Sampai 95 Persen
"Gejala awalnya seperti sakit tenggorokan, demam, dan lemas, juga terbentuknya membran tebal abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel," ungkap dr Arifianto, SpA, yang berpraktik di daerah Kramat Jati, Senin (4/12/2017).
Difteri sendiri juga sangat mungkin ditularkan. Menurut dr Arifianto, SpA, apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, akan segera dilakukan pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
1. Antibiotik
Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri. Sebagian besar pasien dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu.
Orang dengan difteri kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri difteri dalam aliran darah. Jika bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.
|
Baca juga: Menkes Sebut Jika KLB Difteri, Harus Ada Imunisasi Lagi
2. Antitoksin
Sementara itu, menurutnya pemberian antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter akan mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Apabila terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu (lapisan tipis) dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan pasien yang mengidap difteri dengan gejala ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.
Selain pengidap diferti, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter juga akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan ketika dalam tahap proses penyembuhan dan pencegahan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
|
Baca juga : Komentari KLB Difteri, IDAI: Galau Vaksin Bisa Buat Wabah Bangkit Lagi
(Azmy Cahya Ramadhaniar/up)
0 Response to "Kenali Gejala dan Pengobatan Difteri"
Posting Komentar